Januari 3, 2008
Membaca kompas hari Rabu, 2 Januari 2008 cukup mengejutkan. Ternyata kualitas tidur yang kurang, meningkatkan resiko diabetes. Dikatakan bahwa tidur ada stadiumnya, tidur dangkal dan tidur dalam. Menurut psikiater Danardi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, saat mulai tertidur hingga 1 – 1,5 jam kemudian, stadium tidur dangkal berubah menjadi dalam. Saat tidur terjadi perubahan gelombang listrik otak, kian banyak gelombang kecil per detiknya, makin lelap dan tenang tidur seseorang (tidur dalam). Tidur dalam atau tidur dengan gelombang otak rendah adalah bentuk tidur paling menyembuhkan / menyegarkan dan sangat penting bagi kesehatan mental. Sementara itu hasil studi dari peneliti dari Fakultas Kedokteran Universitas Chicago, Amerika Serikat, ternyata tidur dangkal dalam tiga hari saja dapat menurunkan kemampuan tubuh memproses glukosa secara drastis yang berakibat meningkatnya resiko diabetes.
Penelitian dilakukan dengan sembilan relawan sehat berumur 20-31 tahun. Mereka tidur pada satu laboratorium khusus, mulai jam 11 malam dan bangun pukul 07.30. Selama lima hari berturut-turut, dua malam pertama mereka tidur tanpa gangguan. Tetapi tiga malam berikutnya, mereka diganggu dengan alat pengeras suara didekat tempat tidur, yang memancarkan suara dengan tingkat rendah, saat gelombang otak mereka mengidentifikasikan sedang memasuki stadium tidur dalam. Rupanya walaupun suara tersebut tidak cukup keras untuk membangunkan mereka, tapi mampu mengurangi stadium tidur dalam hingga 90%. Setelah mengalami gangguan tidur, sensitivitas insulin para relawan telah menurun hingga 25%. Artinya mereka butuh lebih banyak insulin untuk mengatur agar jumlah glukosa tetap sama. Tetapi pengeluaran insulin tidak meningkat pada delapan subyek penelitian. Hal ini mengakibatkan mereka mengalami peningkatan kadar gula darah hingga 23%. Maka dari itu, hasil studi ini merekomendasikan agar strategi untuk memperbaiki kualitas tidur perlu diterapkan sebaik perbaikan kuantitas tidur.
Terapi udara bersih bisa menjadi salah satu solusi mendapatkan kualitas tidur yang baik. Seperti yang dialami temanku Yuli, yang mengalami diabetes. Suatu saat gula darahnya mencapai angka 400. Dengan diet seperlunya, dibantu dengan menggunakan alat terapi udara sepanjang malam, maka keesokan hari gula darahnya sudah turun menjadi 200. Hari berikutnya secara signifikan berangsur-angsur turun hingga 170 dan akhirnya normal. Menurutnya, saat diterapi memang dirasakan tidur lebih berkualitas dibanding biasanya. Hal yang sama terjadi pada beberapa kasus pasien kanker stadium tinggi, mereka sangat terbantu mendapatkan kualitas tidur yang lebih baik dengan menggunakan alat terapi udara tersebut.
Membaca kompas hari Rabu, 2 Januari 2008 cukup mengejutkan. Ternyata kualitas tidur yang kurang, meningkatkan resiko diabetes. Dikatakan bahwa tidur ada stadiumnya, tidur dangkal dan tidur dalam. Menurut psikiater Danardi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, saat mulai tertidur hingga 1 – 1,5 jam kemudian, stadium tidur dangkal berubah menjadi dalam. Saat tidur terjadi perubahan gelombang listrik otak, kian banyak gelombang kecil per detiknya, makin lelap dan tenang tidur seseorang (tidur dalam). Tidur dalam atau tidur dengan gelombang otak rendah adalah bentuk tidur paling menyembuhkan / menyegarkan dan sangat penting bagi kesehatan mental. Sementara itu hasil studi dari peneliti dari Fakultas Kedokteran Universitas Chicago, Amerika Serikat, ternyata tidur dangkal dalam tiga hari saja dapat menurunkan kemampuan tubuh memproses glukosa secara drastis yang berakibat meningkatnya resiko diabetes.
Penelitian dilakukan dengan sembilan relawan sehat berumur 20-31 tahun. Mereka tidur pada satu laboratorium khusus, mulai jam 11 malam dan bangun pukul 07.30. Selama lima hari berturut-turut, dua malam pertama mereka tidur tanpa gangguan. Tetapi tiga malam berikutnya, mereka diganggu dengan alat pengeras suara didekat tempat tidur, yang memancarkan suara dengan tingkat rendah, saat gelombang otak mereka mengidentifikasikan sedang memasuki stadium tidur dalam. Rupanya walaupun suara tersebut tidak cukup keras untuk membangunkan mereka, tapi mampu mengurangi stadium tidur dalam hingga 90%. Setelah mengalami gangguan tidur, sensitivitas insulin para relawan telah menurun hingga 25%. Artinya mereka butuh lebih banyak insulin untuk mengatur agar jumlah glukosa tetap sama. Tetapi pengeluaran insulin tidak meningkat pada delapan subyek penelitian. Hal ini mengakibatkan mereka mengalami peningkatan kadar gula darah hingga 23%. Maka dari itu, hasil studi ini merekomendasikan agar strategi untuk memperbaiki kualitas tidur perlu diterapkan sebaik perbaikan kuantitas tidur.
Terapi udara bersih bisa menjadi salah satu solusi mendapatkan kualitas tidur yang baik. Seperti yang dialami temanku Yuli, yang mengalami diabetes. Suatu saat gula darahnya mencapai angka 400. Dengan diet seperlunya, dibantu dengan menggunakan alat terapi udara sepanjang malam, maka keesokan hari gula darahnya sudah turun menjadi 200. Hari berikutnya secara signifikan berangsur-angsur turun hingga 170 dan akhirnya normal. Menurutnya, saat diterapi memang dirasakan tidur lebih berkualitas dibanding biasanya. Hal yang sama terjadi pada beberapa kasus pasien kanker stadium tinggi, mereka sangat terbantu mendapatkan kualitas tidur yang lebih baik dengan menggunakan alat terapi udara tersebut.